“Kue-kue….!” Suara tanpa intonasi itu kembali terdengar di samping kost-kostan. Ya…suara yang mengingatkanku pada kakekku di kampung halaman.
“Kue enak kue murah….!” Kakek tua itu terus memangggil dengan suaranya yang lemah, menjadikan aku semakin kasihan.
Sudah berberapa bulan aku dengarkan suara beliau dan juga ‘posturnya’: jalan agak menyeret satu kaki, kaleng kue di kalungkan di leher dengan posisi kaleng di depan perut, pakaian agak lusuh, topi agak kusam, dan wajah memelas.
“Kek, kuenya berapaan…?” Sambil menyebut harganya dia terbatuk-batuk.
SAYA LIHAT KUENYA MASIH SISA BANYAK….”Mulai jam berapa jualan kek…?” tanyaku.
“Jam 8 pagi….” kali ini dia sambil melas memandangku….
Setelah transaksi tersebut,saya berfikir: ANDAI BELIAU JADI PENGEMIS, ADAKAH YANG MAU MEMBERI…..?
BUKANKAH KITA SERING SUUDHON PADA PENGEMIS…..?
TAPI KENAPA KETIKA ORANG SEPERTI BELIAU JUALAN, JARANG JUGA YANG BELI…….trus beliau kita suruh ngerjakan apa…?
PERNAH SUATU SAAT SAYA KASIH UANG TANPA SAYA AMBIL KUENYA…..beliau menjawab dengan sopan: “maaf mas, saya bukan pengemis….saya tidak mau wajah saya di akhirat tidak punya daging.” katahnya lirih sambil mengutip sebuah hadits Nabi.
Subhnallah….bgm dengan kita….?
Askan Setiabudi
www.tips-indonesia.com
wwww.outboundindonesia.com